Nuansa Terkini.net Makassar - Makassar (Inmas Sulsel) Dipimpin oleh Wakil Ketuanya, DR. TB. Ace Hasan Syadzily, M.Psi. Tim Panja Komisi VIII DPR RI bersama 6 (enam) orang anggotanya siang tadi berkunjung ke Kantor Wilayah Kemenag Prov. Sulsel di Jalan Nuri no. 53 Makassar. Selasa, (17 April 2018)
Kunjungan Kerja Spesifik Komisi VIII DPR RI ke Kemenag sulsel ini untuk mendengar secara langsung mengenai kondisi objektif permasalahan penyelenggaraan Umrah dan haji khusus di Sulsel, dan untuk mendengarkan masukan aspirasi mengenai usulan kebijakan tentang umrah dan haji khusus, jelas TB. Ace Hasan.
Kunjungan Kerja spesifik ini diikuti oleh puluhan peserta yang terdiri dari seluruh Pejabat Eselon III dan IV lingkup Kanwil, termasuk seluruh Kakankemenag dan Kepala Seksi Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kab. Kota Se Sulsel, ditambah perwakilan Pengurus Assosiasi Travel Haji dan Umrah di Sulsel seperti Amphuri dan Kesthuri.
Menurutnya, Kasus Umrah bermasalah akhir akhir ini menjadi perhatian khusus di masyarakat, terlebih kasus terbaru yang ternyata lebih besar dari FirstTravel yakni Abu Tours yang tidak memberangkatkan jemaahnya sekitar 86 ribu orang dengan nilai kerugian ditaksir mencapai 1,8 trilyun dan Sebagian besar jemaahnya berasal dari Sulsel.
Sebelumnya, Kakanwil Kemenag Prov. Sulsel Dr. H. Abd. Wahid Thahir, M.Ag. melaporkan bahwa di Sulsel Travel PPIU dan PIHK Berizin yang beroperasi di Sulsel sebanyak 12 travel untuk PIHK, 47 Travel untuk PPIU dan kantor cabang PPIU dan PIHK di Sulsel sebanyak 14 travel.
Sedangkan khusus masalah Abu Tours berdasarkan laporan dari posko bersama yang dibentuk oleh Kanwil Kemenag Sulsel dan Polda Sulsel mulai tanggal 2 April hingga saat ini, Total jemaah umrah korban PT. Abu Tours yang telah melapor sebanyak 1.010 jemaah mewakili 22.440 jemaah dengan total kerugian sebanyak Rp. 294.918.762.700,-, dari berbagai daerah di Indonesia diantaranya Sulsel, Sultra, Sulteng, Jakarta, Jawa Tengah dan Papua Barat.
Dalam dialog, Salah seorang perwakilan dari forum Assosiasi Travel Penyelenggara Umrah dan Haji Khusus Kesthuri, KH. Amrullah Amri berkomitment mendukung dan membantu Kementerian Agama dalam mengedukasi travel haji dan umroh serta masyarakat dalam hal penyelenggaraan ibadah haji dan umrah yang sesuai dengan regulasi yang sudah ditetapkan oleh pemerintah. Termasuk membantu Kemenag dalam mengidentifikasi dan mengadvokasi travel atau biro perjalanan haji dan umrah yang masih bermain main dengan aturan yang ada, tegasnya.
Selain itu, KH. Amrullah Amri juga mengharapkan dukungan dan support dari pemerintah (Kemenag dan DPR RI) agar bisa mengkomunikasikan atau mendesak kepada Konsulat Jenderal Saudi Arabia agar pengurusan visa bisa dipermudah dan dipercepat karena dikhawatirkan jangan sampai terjadi penundaan atau pembatalan keberangkatan calon jemaah umrah hanya karena soal kelambanan pengurusan visa di kedutaan saudi arabia yang berpotensi merugikan pengusaha travel yang sudah taat terhadap program 5 Pasti Umrah dan menimbulkan kegaduhan baru dikalangan calon jemaah, harap Beliau.
Kabid Penyelenggara Haji dan Umrah Kanwil Kemenag Sulsel H. Kaswad Sartono juga angkat suara Mengusulkan adanya perbaikan regulasi haji dan umrah, salah satunya misalnya usulan bagaimana bilamana pelaksanaan umrah disamakan dengan pelaksanaan haji khusus dimana pendaftaraanya di Kemenag, tapi pelaksanaannya tetap masyarakat atau travel/assosiasi.
Kaswad juga menegaskan Dibutuhkannya penguatan regulasi terkait pengawasan haji dan umrah, Penertiban travel travel atau biro perjalanan haji dan umrah, yang tidak berizin tapi memiliki jaringan kuat di imigrasi, penerbangan, akomodasi dan transportasi baik di tanah suci maupun di tanah air. Karenanya dibutuhkan koordinasi lintas istansi dan lembaga terkait dengan prosea pelaksanaan haji dan umrah khusus. Terlebih soal keberpihakan anggaran pengawasan yang sangat minim, bahkan di level kabupaten dan Kecamatan nyaris tidak ada ungkapnya.
Hasil identifikasi masalah
Dalam dialog yang berlangsung di Aula Kanwil Kemenag Sulsel, sejumlah masalah teridentifikasi seputar penyelenggaraan ibadah Umrah dan Haji khusus diantaranya
1. Dari sisi Hukum dan Kebijakan, masih terdapat sejumlah aturan yang belum mengatur secara tegas tenrang mekanisme penyelenggaraan, koordinasi siatem pengawasan, kebijakan perijinan, pembinaan dan pengawasan serta keterlibatan pemerintah daerah dan lembaga lain dalam melakukan pengawasan bagi penyelenggaraan ibadah umrah dan haji khusus.
2. Mekanisme kuota visa haji dan umrah serta persaingan usaha tidak sehat di kalangan biro perjalanan umrah dan haji khusus yang disebabkan oleh masih adanya penggunaan visa non haji atau visa haji diluar visa haji resmi pemerintah dan penggunaan visa haji dari negara lain, terdapatnya perbedaan harga dari provider visa atau perusahaan pelayanan visa yang ditetapkan oleh pemerintah, belum lagi masih terdapatnya perusahaan penyelenggara ibadah umrah dan haji khusus yang tidak berijin tapi tetap bisa lolos memberangkatkan jemaah dengan berbagai cara, serta minimnya jaminan perlindungan jemaah umrah dan haji khusus oleh penyedia Penyelenggara ibadah umrah dan haji khusus.
Dari permasalahan tersebut diatas, Kementerian Agama kemudian menerbitkan Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 8 tahun 2018 tanggal 27 maret 2018 tentang penyelenggaraan perjalanan ibadah umrah yang otomatis menggantikan aturan sebelumnya yakni PMA nomor 18 Tahun 2015.
Dalam PMA yang baru ini diatur agar Perusahaan Penyelenggara ibadah Umrah (PPIU) melaporkan setiap tahapan kegiatannya terkait penyelengaraan ibadah umrah dan haji sehingga bisa dikontrol oleh Kemenag dan masyarakat.
Selain menerbitkan regulasi tersebut, Kemenag juga meluncurkan Aplikasi Sipatuh (Sistem Pengawasan Terpadu Umrah dan Haji). Wacana ini sudah disampaika Kemenag sejak Januari lalu, usai kasus First Travel mencuat.
Regulasi baru ini juga mengatur kalau uang atau dana calon jemaah umrah tidak boleh dialokasikan untuk kepentingan lain, semua biro perjalanan Haji dan Umroh dituntut fokus ke ibadahnya, bukan semata mata pada kepentingan bisnisnya.
Berikut ini beberapa poin upaya perbaikan kebijakan penyelenggaraan umrah yang tertuang dalam PMA nomor 8 tahun 2018 :
1. Pengajuan izin PPIU harus diaudit dengan hasil wajar tanpa pengecualian.
2. Biaya minimal paket umrah 20 juta rupiah agar mampu memenuhi standar pelayanan minimal.
3. Jarak maksimal penginapan di Makkah 1 kilometer dan Madinah di Markaziyah, jika lebih dari ketentuan diatas PPIU wajib menyediakan Transportasi.
4. Kamar Jemaah makaimal berisi 4 Bed.
5. Asuransi bagi perjalanan jemaah dan petugas akan diperketat.
6. ID card jemaah berisi Nama.lengkap, Nomor Paspor, Kontak Perwakilan Travel di Saudi, Nama Muassasah dan Nama Hotel.
7. Nama perwakilan Travel di Arab Saudi supaya didaftarkan di konsulat jenderal RI di Jeddah.
8. PPIU membuat laporan keberangkatan dan kepulangan setiap ada paket keberangkatan.
9. Meminjamkan izin PPIU kepada Travel yang belum berizin beresiko dicabut izinnya.
10. Tegas melarang sistem penjualan paket umrah dengan pola berjenjang, Ponzi dan Investasi.
11. Travel hanya boleh menerima pendaftaran maksimal 6 bulan sebelum keberangkatan, dan setelah ada pelunasan, jemaah tidak boleh menunggu lebih dari 3 bulan.
Terbatasnya kuota haji dan lamanya daftar tunggu haji di Indonesia, khususnya di Sulsel yang waitinglist nya rata rata 25 tahun, menyebabkan masyarakat lebih menilih melaksanakan ibadah umrah, data terakhir menyebutkan bahqa jemaah Umrah terbesar di Dunia dari Indonesia yakni 649.000 orang (di tahun 2016) dan 875.958 orang (di tahun 2017). Khusus di Sulsel setiap bulannya memberangkatkan sekiar 5000 sampai 6000 jemaah umrah. Jumlah diatas trendnya terus meningkat.
Semoga regulasi baru ini, bisa memberikan harapan baru bagi kesuksesan dan kenyamanan serta perlindungan bagi calon jemaah Umrah dan haji kita, ucap Ketua Tim Panja Komisi VIII DPR RI mengakhiri dialog dalam rangka Kunjungan Kerjanya.
Editor | Nuansa Terkini.net | Dina