Nuansa Terkini Makassar, - Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kota Makassar masih menelusuri kasus dugaan pelecehan terhadap FT, di Kantor Balai Kota Makassar. Jurnalis wanita berusia 23 tahun itu mengaku dilecehkan saat meliput di sana, Rabu 4 November 2020 lalu.
Ketua P2TP2A Makassar Tenri A Palallo mengatakan, pihaknya merespons laporan korban dan berkoordinasi dengan Unit Perempuan dan Anak di Polrestabes Makassar serta Satpol PP.
"Berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait untuk mencari tahu dan mendapatkan pelaku tersebut," kata Ternri dalam keterangan persnya yang diterima IDN Times, Jumat (6/11/2020).
FT mengaku mengalami pelecehan saat berjalan menuju ke lantai dua Balai Kota. Saat itu dia dipanggil pelaku berpakaian dinas pegawai honorer yang sambil mengedipkan matanya. Pelaku disebut seolah memanggilnya masuk ke dalam WC.
Tenri mengatakan, korban sudah melaporkan kejadian pada hari yang sama. Pihaknya menindaklanjuti laporan itu, tapi terkendala saksi dan bukti. P2TP2A antara lain sudah mengonfirmasi ke Balai Kota soal keberadaan kamera CCTV di sekitar lokasi.
"Ternyata pada lokasi kejadian tersebut tidak terdapat CCTV sehingga sulit menemukan siapa terduga pelaku pelecehan seksual tersebut," ujar Tenri.
Tenri mengatakan, saat kejadian diduga tidak ada orang lain atau saksi selain korban dan pelaku. Sedangkan korban mengaku tidak melihat secara detail wajah orang itu, melainkan hanya mengenali pakaiannya.
Korban, kata Tenri, hanya mengigat sepintas bahwa pelaku, memiliki ciri-ciri tinggi badan kurang lebih 160 centimeter dan bentuk badan yang tidak terlalu gemuk. Pelaku juga diperkirakan berusia sekitar 40 hingga 50 tahun.
"Bentuk pelecahan seksual yang terjadi terhadap korban dengan cara memanggil-manggil dengan kata 'cewek-cewek' sambil menatap korban merupakan salah satu bentuk pecelehan seksual secara verbal yang telah memenuhi sangkaan perbuatan pidana," kata Tenri.
Pelaku, kata Tenri, terancam dijerat dengan Pasal 289 KUHPidana. Pasal berbunyi, barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seseorang melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, dihukum karena merusakkan kesopanan dengan hukuman penjara selama- lamanya sembilan tahun.
Tenri mengatakan, saat kejadian diduga tidak ada orang lain atau saksi selain korban dan pelaku. Sedangkan korban mengaku tidak melihat secara detail wajah orang itu, melainkan hanya mengenali pakaiannya.
Korban, kata Tenri, hanya mengigat sepintas bahwa pelaku, memiliki ciri-ciri tinggi badan kurang lebih 160 centimeter dan bentuk badan yang tidak terlalu gemuk. Pelaku juga diperkirakan berusia sekitar 40 hingga 50 tahun.
"Bentuk pelecahan seksual yang terjadi terhadap korban dengan cara memanggil-manggil dengan kata 'cewek-cewek' sambil menatap korban merupakan salah satu bentuk pecelehan seksual secara verbal yang telah memenuhi sangkaan perbuatan pidana," kata Tenri.
Pelaku, kata Tenri, terancam dijerat dengan Pasal 289 KUHPidana. Pasal berbunyi, barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seseorang melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, dihukum karena merusakkan kesopanan dengan hukuman penjara selama- lamanya sembilan tahun. (*).